Opini

Artikel berikutnya » Klik Iklan Dapat Duit...

 Australia Sadap Indonesia

(Bagaimana Indonesia Harus Bersikap ?)
oleh: Willy Seda

Dua hari belakangan ini berita penyadapan SBY dan sejumlah tokoh lainnya oleh Amerika dan Australia menjadi sajian utama media massa. Tentu saja hal ini mendapat perhatian besar dari masyarakat. Beragam reaksi pun bermunculan. Reaksi spontan dari masyarakat Indonesia pun umumnya tersinggung lalu marah. Lebih marah lagi karena Perdana menteri Australia Tony Abbot sudah terang-terangan mengatakan bahwa dirinya dan pemerintahnya tidak akan meminta maaf kepada Indonesia (dan tentu saja Negara lain) yang menjadi “korban” aksi spionasi agen inteligennya. Meskipun pihak oposisi dari partai Republik mendesak agar perdana menteri Australia dari partai Liberal ini meniru Pemerintahan Obama yang pernah meminta maaf kepada rakyat Jerman karena inteligennya pernah menyadap telefon orang nomor satu Negara tersebut akan tetapi sang perdana menteri tetap bersikeras pada pendiriannya. Alasannya adalah kegiatan spionase yang dilakukan pihak inteligennya adalah demi melindungi kepentingan Australia. Yang kedua Australia mempunyai tradisi untuk tidak memperdebatkan ihwal aktivitas spionase di parlemen. Oleh karena itu bisa kita prediksikan bahwa PM Australia tidak akan meminta maaf tindakan penyadapan terhadap presiden RI beserta beberapa orang penting lainnya di Negara ini.
Tentu saja apa yang dilakukan Australia telah menodai hubungan bilateral kedua Negara yang telah terjalin baik selama ini. Lebih dari itu muka bangsa ini tercoreng di hadapan bangsa-bangsa lain. Yang terjadi di sini adalah perang teknologi. Dengan tindakan ini terkuaklah kelemahan tingkat proteksi keamanan telekomunikasi Negara ini. Dengan kata lain badan inteligen kita lebih lemah kemapuannya dibandingkan dengan Negara tetangga. Hal ini menyata lewat kasus di atas bahwa yang membongkar skandal penyadapan ini bukan BIN tetapi agen rahasia Amerika yang berkianat dan membocorkan rahasia ini.
Dari kasus ini hemat saya ada beberapa hal yang perlu dicermati
Yang pertama, Tidak bisa tidak pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan agar Negara lain tidak melihat kita dengan sebelah mata. Tentu saja kita merasa malu atas kelemahan kita tidak bisa melindungi rahasia Negara yang semestinya dijaga dengan keamanan tingkat tinggi dengan system teknologi yang canggih.
Yang kedua, kegiatan spionase adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh para agen inteligen. Saya tidak bermaksud membenarkan apa yang dilakukan Australia akan tetapi hendak menempatkan kasus ini pada tempatnya yang tepat. Bahwa Australia telah melakukan pelanggaran kode etik hubungan internasional benar. Akan tetapi agen inteligen Australia melakukan itu demi kepentingan nasionalnya. Karena itu memaksa Australia lewat perdana menterinya meminta maaf sama dengan membuang garam ke laut. PM Australia tidak akan melakukannya demi kepentingan nasional Australia. Reakasi SBY dengan memanggil pulang Dubes RI dari Canbera sudah benar. Hanya harus dilakukan tindakan nyata lebih dari itu, misalnya dengan mengusir para diplomat Australia dari Indonesia sambil menunggu penjelasan Australia tentang kegiatan spionase yang dilakukannya beberapa tahun silam.
Yang ketiga, kegiatan penyadapan ini terkuak setelah Edward Snowden asal Amerika membocorkan dokumen rahasia tersebut lalu disebarkan oleh media asing Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian. Bisa jadi kegiatan macam ini sudah berlangsung lama hanya tidak disadari oleh pihak Indonesia. Oleh karena itu hemat saya yang perlu dibenahi adalah system keamanan komunikasi kita. Badan Inteligen Indonesia harus bekerja lebih keras agar informasi apapun tidak boleh tembus oleh sadapan Negara lain. Hal ini sangat serius diperhatikan ke depan. Kalau tidak dampaknya sangat besar. Berbagai keputusan dan kebijakan politis, ekonomi dan keamana kita akan digiring oleh Negara lain yang telah tahu lebih dulu rencana kita. Hendaknya hal ini menjadi PR serius bagi SBY sebelum lengser dan juga BIN sebagai agen inteligen resmi Negara.
Dalam beberapa hari ke depan kita nantikan perkembangan kasus ini. Sekali lagi selain mengambil tindakan agar Australia tetap menandang kita sebagai Negara tetangga yang sederajat kita juga harus membenahi system keamanan komunikasi kita..




Menimbang Permintaan Maaf 
Perdana Menteri Australia Tony Abbot
(Pasca Skandal Penyadapan Ausi terhadap RI)
willy Seda
Setelah didesak oleh anggota Parlemen akhirnya Toni Abbot Perdana Menteri Australia mau meminta maaf atas tindakan penyadapan yang dilakukan oleh agen inteligennya beberapa tahun silam. Hal ini  terjadi selang beberapa saat setelah Susilo Bambang Yudhoyono Presiden RI mengeluarkan pernyataan serius ihwal pengurangan kerjasama dengan Australia di berbagai bidang. Bukan hanya itu saja F16 miliki RI yang selama ini berada di Ausi untuk latihan bersama telah ditarik pulang.
Tindakan orang no satu di RI ini saya kira mengindikasikan sikat tegas pihak Indonesia atas skandal penyadapan oleh agen rahasia Australia.  Dengan keputusan tegas seperti ini diharapkan martabat RI di mata dunia sedikit mendapat tempat terhormat. Tekanan sosial dari rakyat Indonesia yang ‘marah’ dan malu pun paling tidak bisa diredam.
Pertanyaannya apakah tindakan ini sudah tepat, proposional dan menguntungkan Indonesia?
Hendro Priyono selaku mantan kepala BIN menyatakan bahwa tindakan RI sudah berlebihan. Aksi sadap menyadap itu hal biasa yang dilakukan oleh agen rahasia manapun. Indonesia sendiri sudah sering menyadap Australia. Yang menjadi soal sekarang adalah masalah teknis bidang inteligen diangkat ke masalah politik. Dampaknya adalah kasus ini tidak inse ihwal aksi spionase inteligen untuk mengumpulkan informasi akan tetapi merambas ke berbagai bidang lain.
Apa yang disampaikan oleh mantan Kepala BIN di atas pada titik tertentu dapat dibenarkan.  Bahwa aksi penyadapan sebagai bagian dari modus untuk mengumpulkan informasi yang dilakukan oleh intel itu lumrah meskipun illegal. Memang kebanyakan aksi intel atau agen rahasia itu ilegal dan justru hanya dengan itu informasi akurat bisa dikumpulkan. Walaupun demikian hemat saya kita harus melihat kasus di atas lebih cermat lagi. Yang menjadi soal adalah pembongkaran skandal penyadapan ini dilakukan oleh pihak asing (Edward Snowden kebangsaan AS) dan dipublikasikan di media asing pula (Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian.). Ini bukan hasil kerja BIN. Sekali lagi ini bukan hasil kerja BIN. Karena itu yang kita alami di sini bukan hanya rasa sakit hati karena Negara tetangga yang sudah bersahabat baik bisa melakukan tindakan naïf seperti itu (walaupun untuk aksi inteligen itu hal biasa) akan tetapi juga rasa malu. Indonesia merasa malu karena skandal ini bukan dibongkar oleh anak bangsanya. Dengan kata lain ini bukan prestasi agen rahasia Indonesia. Yang dibongkar kedoknya adalah kelemahan agen rahasia Indonesia. Kalau Australia bisa menembus pertahanan perlidungan telekomunikasi tokoh-tokoh VVIP RI bisa jadi agen Negara lain juga sudah dan akan mencoba melakukan hal yang sama.  
Oleh karena itu seperti tulisan saya sebelumnya tindakan Indonesia  ke depan tidak lain adalah meningkatkan skill BIN beserta perangkat inteligennya. Kita boleh mengambil sikap tegas dan bereaksi keras terhadap Australia akan tetapi kita juga mesti introspeksi diri. Peningkatan kinerja BIN dan pemutakhiran inteligen devicenya pasti butuh biaya besar. Hal ini mesti menjadi perhatian serius pemerintahan mendatang. Yang lebih penting dari itu harapan masyarakat tentunya kalau memang ada dana harus ada control yang tepat agar tidak disalahgunakan alias korupsi.
Menjawabi pertanyaan di atas dalam konteks pengembalian harga diri dan pemulihan rasa malu saya kira tidak terlalu berlebihan. Bahkan mesti ada follow up dari permintaan maaf Abbot. Harus ada sangsi persona grata kepada pihak yang terlibat langsung dalam aksi penyadapan itu. Kalau yang terlibat itu adalah diplomat-diplomat Australia yang berada di Kedubes Australia mereka harus diberikan sangsi larangan masuk wilayah RI untuk beberapa tahun ke depan. Tindakan ini akan menaikkan martabat Indonesia di mata dunia. Yang berikut memutuskan berbagai kerjasama dengan Australia saya nilai tidak menguntungkan baik dari pihak Indonesia maupun pihak Australia. Alasannya kedua Negara ini berada di kawasan yang sama. Akan sangat sulit mengontrol tindakan criminal internasional seperti terorisme, perompakan, illegal logging dan lain-lain yang melintasi wilayah perbatasan kedua Negara kalau tidak ada kerja sama dari kedua belah pihak. Karena itu diharapkan ke depan harus ada kesepakatan-kesepakatan baru kedua Negara tentang masalah yang sedang dihadapi agar tidak saling merugikan kepentingan baik Indonesia maupun Australia.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar